NUNUKAN– Bandara Binuang yang jadi pintu udara buat warga Krayan Tengah, Nunukan, ternyata belum memenuhi standar keselamatan penerbangan. Padahal, ini satu-satunya akses tercepat dari dan ke perbatasan Indonesia–Malaysia. Sayangnya, kondisi lapangannya bikin geleng-geleng kepala.
George, warga Desa Binuang yang sehari-hari ngeliatin kondisi bandara, curhat pedas lewat WhatsApp.
“Landasannya udah diaspal sih, tapi kualitasnya… ya ampun. Baru beberapa tahun udah retak, bolong-bolong, ditambah rumput liar kayak taman mini di tengah aspal. Masih bisa dipakai sih, tapi yaa seadanya banget,” katanya, Kamis (15/5).
Nggak cuma landasan, fasilitas pendukung juga bisa dibilang “nggak niat”. Nggak ada sirene atau speaker buat infoin pesawat dateng. Jadi, warga cuma ngandelin suara mesin pesawat. Kalau nggak denger, bisa-bisa nyelonong ke landasan pas pesawat mau mendarat. Gawat gak tuh?
“Radio ada, tapi nggak dipakai. Semua info dikirim via WhatsApp doang. Petugas kirim foto lapangan dan cuaca ke bandara lain, udah gitu aja,” lanjut George.
Komunikasi sama pilot? Nihil. Kalau cuaca jelek, ya udah, batal. Mau ngecek arah angin? Pake alat manual yang ditiupin angin, literally. Untungnya ada Starlink buat back up jaringan, kalau sinyal lokal mendadak lost.
Bandara ini dikelola 10 petugas, dengan job desk dari ngusir hewan liar sampai urus tiket. Tapi sayangnya, SDM dan pelatihannya masih kurang banget. Belum lagi masalah anggaran yang bikin semua serba terbatas.
“Kalau hujan, licin banget. Pernah tuh pesawat tergelincir. Aman sih sekarang, tapi was-was juga. Harusnya pemerintah pusat cepet turun tangan,” harap George.
Dari sisi pemda, Kepala Bidang Pengembangan Transportasi Dinas Perhubungan Kaltara, Marmo, juga buka suara.
“Bandara ini masih masuk kategori perintis. Bisa dipakai, tapi dengan banyak batasan. Cuma bisa nerima pesawat kecil dan terbang siang aja,” jelasnya.
Marmo juga bilang, masalah utama ada di infrastruktur, SDM, dan anggaran. Runway emang udah 1.400 meter, tapi sistem navigasi dan alat pemadam kebakaran belum ada. Jauh banget dari standar bandara komersial full service.
Soal kewenangan, pengembangan bandara ini ada di tangan pemerintah pusat. Pemprov cuma bisa ngusulin lewat APBN dan bantu lewat program subsidi ongkos angkut (SOA), baik untuk penumpang maupun barang.
Bandara Binuang sendiri udah masuk dalam Tatanan Kebandarudaraan Nasional. Tapi biar naik level, butuh duit gede buat upgrade landasan, pagar, navigasi, sampai pelatihan pegawai.
“Kita dukung semampunya, tapi kunci utamanya tetap di pemerintah pusat. Semoga cepet dapet perhatian, biar bandara ini gak kayak lapangan bola yang diaspal doang,” tutup Marmo.