Tarakan

Curhat Wanita LC di Tarakan: “Cuma Nemenin Minum, Bukan BO!”

TARAKAN – Di balik gemerlap lampu diskotik dan suara karaoke yang jedag-jedug, ada kisah yang jarang terdengar. Enjelica (bukan nama asli), perempuan 24 tahun asal luar kota, akhirnya buka suara soal realita hidupnya sebagai lady companion alias LC di salah satu tempat hiburan malam di Tarakan.

Baru dua bulan kerja, enjelica awalnya maju mundur buat masuk dunia malam. Tapi karena keuangan makin mepet dan harus kirim uang ke kampung, pilihan ini akhirnya diambil juga.

“Perantau, masih single, dan punya tanggungan ke keluarga. Jadi, kerja ini karena butuh, bukan buat senang-senang,” curhat Ira.

Kerjaan LC Nggak Seindah yang Dibayangin

Ira cerita kalau tugas utamanya cuma nemenin tamu minum, karaokean, dan ngobrol santai. Sekali nemenin tamu bisa dapet Rp 420 ribu, tapi bersihnya cuma sekitar Rp 150 ribuan setelah dipotong tempat kerja.

“Sehari paling sekali nemenin tamu, biasanya sampai tempatnya tutup,” katanya.

Soal tamu, Ira ngaku sangat selektif. Nggak semua bisa ditemani, apalagi buat urusan keluar alias booking.

“Pilih-pilih tamu. Kalau pun keluar, hanya sama yang sudah kenal baik,” tegasnya.

Untuk booking, tarifnya sekitar Rp 2,5 juta. Tapi yang dibawa pulang bisa antara Rp 1,5 sampai 2 juta, tergantung lokasi dan kesepakatan.

Pernah Ketipu Tamu, Nyesek Tapi Cuma Bisa Pasrah

Baru sebentar kerja, Ira udah pernah dapet pengalaman pahit. Salah satu tamu yang dikenalkan lewat temannya ngajak check-in tanpa bahas tarif duluan.

“Dikira udah paham sistemnya. Tapi pas ditagih, malah alasan nunggu uang dari bos. Sampai sekarang belum dibayar, padahal udah keluar sekitar Rp 2 juta,” ceritanya.

Meski sempat coba ditagih lewat teman, tetap nggak dibayar. Ira juga nggak berani lapor polisi karena takut urusannya makin ribet.

Keamanan dan Kesehatan Jadi Prioritas

Bukan cuma mikirin duit, Ira juga serius soal keselamatan. Selalu pakai pengaman, dan batasin layanan cukup sekali dalam satu sesi. Cek kesehatan juga rutin, tiap dua minggu, meski harus bayar sendiri.

“Di tempat kerja ada fasilitas cek gratis tiap tiga bulan, tapi lebih nyaman periksa sendiri biar tenang,” jelasnya.

Tempat kerjanya juga jarang kasih izin keluar sama tamu, jadi risiko pelecehan minim banget.

Menolak Disebut Open BO

Ira sadar stigma masyarakat ke pekerja malam nggak main-main. Tapi menurutnya, masih banyak yang belum paham bedanya LC dan open BO.

“Nggak tiap malam cari tamu. Cuma nemenin minum, dan kalau pun keluar, pilih-pilih banget,” tegasnya.

Semua ini dilakoni karena tuntutan ekonomi, bukan karena pengen cari sensasi.

“Orang di luar taunya kerja ini enak. Padahal kenyataannya nggak segampang itu. Ini soal bertahan hidup,” tutupnya.


Intinya nih, cerita Ira bukan buat cari pembenaran, tapi buat kasih perspektif baru tentang kerasnya hidup di dunia malam. Di balik senyum dan makeup tebal, banyak yang lagi berjuang diam-diam. Jadi sebelum nge-judge, dengerin dulu alasannya.

Shares:

Related Posts

Tinggalkan Balasan