Malinau

Drama Sawit Nunukan: Mogok Kerja PT KHL, Tuntutan Serikat atau Salah Paham?

NUNUKAN – Aksi mogok kerja yang dilancarkan Serikat Pekerja Nasional (SPN) di PT Karangjuang Hijau Lestari (KHL), Nunukan, bikin geger seantero Kalimantan Utara. Dimulai sejak awal Mei 2025, sekitar 160-an karyawan dari divisi KHL 4 memilih angkat kaki dari ladang dan menyuarakan 19 tuntutan ke perusahaan. Tapi pertanyaannya, ini murni soal hak buruh, atau cuma salah paham yang makin melebar?

Tuntutan SPN: Dari Gaji, Air Bersih, sampai Izin Hamil

SPN ngebet banget minta pembenahan. Mereka nyebut ada mutasi kerja seenaknya, gaji di bawah standar, pemotongan upah buat beli alat kerja, dan pemaksaan kerja tambahan tanpa bayaran. Belum lagi soal barak tak layak, air minum nggak layak konsumsi, dan pelayanan kesehatan yang katanya setara warung obat.

Yang bikin makin panas, ada juga tudingan karyawan hamil gak dikasih izin, serta video viral pengusiran buruh yang nangis-nangis saat diusir dari barak. DPRD Nunukan pun angkat suara dan bilang perlakuan itu nggak manusiawi.

Respons KHL: Kami Sudah Coba Ajak Ngobrol Baik-Baik

Manajemen PT KHL lewat Kastro Simanjuntak langsung bantah semua tudingan. Menurutnya, perusahaan udah buka ruang dialog, bahkan ikut mediasi sama Disnaker. Tapi versi mereka, SPN ogah kompromi dan langsung mogok.

Kastro juga bilang semua gaji sesuai aturan, bahkan ada bonus dan insentif buat yang kerja rajin. Katanya, kalau ada yang digaji di bawah UMR, itu hoaks. Malah ada yang bisa dapet tiga kali lipat UMR karena capai target panen.

Mogok Dianggap Ilegal, Buruh Dianggap Mengundurkan Diri

Menurut Kastro, aksi mogok ini melanggar aturan hukum. SPN dinilai gak ikutin prosedur sah mogok kerja, jadi setelah tujuh hari bolos kerja tanpa keterangan, mereka dianggap resign otomatis.

Yang bikin sedih, kata dia, sebagian buruh yang mogok hidup seadanya, makan singkong dan pisang. Tapi mereka juga bikin benteng sendiri dan nggak mau diajak ngobrol. Bahkan beberapa buruh yang sempat ikut mogok udah balik kerja lagi.

Disnaker: Fasilitas Oke, Tapi Serikatnya Tertutup

Disnaker Nunukan pun ikut turun tangan. Mereka datangi lokasi bareng manajemen PT KHL buat cross-check. Dari sisi perusahaan, semua data dikasih. Tapi dari SPN, nihil. Buruh yang mogok enggan kasih info, bahkan ada yang intimidasi sesama rekan yang mau ngomong.

Disnaker ngecek fasilitas kayak air bersih, barak, dan klinik. Hasilnya, katanya layak banget buat standar perkebunan sawit. Bahkan kliniknya disebut setara puskesmas, lengkap sama obat dan dokter yang keliling rumah ke rumah.

Cerita dari Lapangan: Ada yang Menyesal Mogok, Ada yang Bertahan

Wartawan sempat ngobrol sama pekerja aktif dan eks mogok. Castro Valdo (nama samaran), salah satu buruh yang ikut mogok, bilang dia udah pasrah dan tinggal nunggu surat PHK. Tapi minta identitasnya disamarkan karena takut ditekan.

Sebaliknya, Alberto Ronaldo, pekerja asal Manggarai yang gak ikut mogok, ngaku puas kerja di KHL. Gajinya bisa tembus Rp9 sampai 12 juta per bulan kalau rajin panen. Istrinya pun kerja dan dapet Rp4 juta. Mereka ogah ikut mogok karena pengen cari nafkah.

Pandangan Karyawan Senior: Mogok Cuma Propaganda?

Martinus, karyawan senior yang udah 16 tahun di KHL, menyebut mogok ini kayak digerakkan oleh propaganda. Dia bilang tuntutan SPN gak realistis dan malah terkesan “malas”. Menurutnya, ketua SPN justru minim performa tapi vokal di tuntutan.

Soal video viral, Martinus bilang ibu yang jatuh saat demo bukan didorong, tapi jatuh sendiri dan justru dibantu supaya nggak ketindih massa. TNI dan polisi juga cuma netral buat jaga ketertiban.

Disnaker: Tuntutan Wajar, Tapi Caranya Keliru

Marselinus Hendrikus dari Disnaker bilang, 19 tuntutan SPN itu sebenarnya sah-sah aja dalam hubungan industrial. Tapi penyampaiannya keliru. Mogok kerja harusnya jadi pilihan terakhir setelah semua mediasi gagal.

Apalagi, SPN ini masih baru terbentuk Februari 2025, dan langsung ngegas dengan tuntutan panjang tanpa komunikasi bertahap.

Penutup: Fakta Masih Kabur, Semua Diminta Tahan Diri

Disnaker dan DPRD minta semua pihak tahan diri dan nggak main framing di media sosial. Proses mediasi masih jalan, dan semua harus ikuti hukum. Tuntutan buruh boleh, tapi jangan sampai hak dan kewajiban masing-masing malah diabaikan.

Drama sawit ini belum berakhir. Tapi satu yang pasti, di balik semua aksi, tuntutan, dan bantahan, nasib ratusan buruh dan masa depan industri sawit Nunukan kini tengah diuji.

Shares:

Related Posts

Tinggalkan Balasan