NUNUKAN — Kunjungan tim dari Kantor Staf Presiden (KSP) ke Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Sebatik di Kalimantan Utara bikin heboh nih, gengs. Soalnya, bangunan yang udah kece dan resmi diresmikan itu ternyata masih nganggur alias belum bisa dipake. Lah, kenapa?
Menurut Kepala Badan Pengelola Perbatasan Daerah (BPPD) Nunukan, Yance Tambaru, rombongan KSP yang dipimpin sama Plt. Deputi I Letjen TNI (Purn) Hilman Hadi dateng buat ngecek langsung dan dengerin curhatan warga, instansi pemerintah, sampe Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP).
Masalah utamanya? Ternyata PLBN Sebatik belum masuk ke dalam kesepakatan Border Crossing Agreement (BCA)antara Indonesia dan Malaysia. Jadi, meskipun secara fisik udah cakep, secara legal belum bisa dipake buat nyebrang resmi. Warga Sebatik pun harus muter dulu lewat Nunukan kalau mau ke Tawau, Malaysia. Ribet banget gak sih?
“Gengs, dulu Sebatik tuh pernah jadi gerbang masuk, tapi sekarang Malaysia cuma akui Nunukan. Makanya, kita pengen perjuangin lagi,” ujar Yance pas ditanya wartawan.
Masalah makin ruwet karena batas maritim antara Indonesia dan Malaysia juga belum kelar. Malaysia bahkan masih ngaku-ngaku beberapa wilayah laut kita. Duh, makin ribet aja.
“Kita harap sih ada solusi, minimal bangunan PLBN bisa dimanfaatin dulu buat kantor atau pelabuhan domestik sambil nunggu legalitasnya kelar,” lanjut Yance.
Eh tapi tunggu dulu, masalah gak berhenti di situ. Gara-gara kesepakatan MoU pada Februari 2025, beberapa tanah warga dan aset pemerintah malah ‘geser’ ke wilayah Malaysia. Waduh! Warga udah nungguin ganti rugi selama lima tahun, tapi belum ada kejelasan. Pantes aja mereka ngeluh.
“Kami pengen ada kepastian, entah itu Malaysia mau bongkar bangunan atau gimana. Jangan sampe warga terus dirugiin,” tegas Yance.
KSP kabarnya bakal adain rapat bareng kementerian terkait dan siap lapor langsung ke Presiden buat cari solusi. Tujuan utamanya sih jelas: biar PLBN Sebatik bisa segera difungsikan maksimal. Kalau terus nganggur, bisa rusak tuh bangunan.
Yance juga klarifikasi soal isu ‘drama rebutan wilayah’ kayak kasus Sipadan-Ligitan dulu. Menurutnya, ini bukan soal Malaysia nyaplok, tapi soal beda tafsir hukum internasional soal batas laut.
“Malaysia itu bukan negara kepulauan, jadi ada beda cara ngeliat batas lautnya. Ini harus diberesin lewat jalur diplomasi, bukan ribut-ribut,” katanya.
Soal warga Krayan dan Long Midang yang merasa dianaktirikan karena fokus lagi-lagi ke Sebatik, Yance bilang tenang aja. Mereka juga udah dikunjungi sebelumnya dan laporannya udah masuk ke Mendagri. Fokus kali ini emang ke PLBN Sebatik biar cepet bisa jalan.
Intinya sih, Yance dan tim berharap kunjungan KSP ini bisa jadi titik terang buat selesain drama batas maritim, BCA, dan ganti rugi warga. Biar PLBN Sebatik bisa segera jadi pintu masuk resmi yang mendukung ekonomi dan jaga kedaulatan RI di perbatasan.
“Udah saatnya PLBN Sebatik bukan cuma jadi bangunan keren, tapi juga jadi gerbang masa depan,” tutup Yance, penuh harap.