Tarakan

Masjid Jami Nurul Islam Markoni: Saksi Bisu Perang Dunia yang Masih Berdiri Gagah!

TARAKAN – Gak banyak yang tahu nih, ada satu masjid di Tarakan yang jadi saksi bisu Perang Dunia II! Yap, Masjid Jami Nurul Islam Markoni yang berdiri di Kelurahan Pamusian, Kecamatan Tarakan Tengah, udah eksis sejak tahun 1900-an. Bisa dibilang, ini salah satu masjid tertua di kota ini.

Menurut Sugiartono, sekretaris masjid, bangunan ini udah ada sejak zaman Belanda masih bercokol di Tarakan. Saat itu, mereka lagi sibuk eksploitasi minyak sebelum akhirnya Jepang menyerang.

“Jepang udah lama intai Belanda, mereka catat kekuatan musuh dan sadar kalau pasukan Belanda nggak banyak, yang dominan malah pekerja minyak,” ungkapnya.

Gak lama, Jepang langsung gaspol lewat Pantai Amal, bukan lewat benteng pertahanan darat. Hasilnya? Tarakan langsung takluk dalam hitungan hari.

Di tengah kekacauan perang, Masjid Jami Nurul Islam Markoni tetap berdiri kokoh. Gak cuma jadi tempat ibadah, masjid ini juga jadi tempat berlindung warga dari serangan yang membabi buta.

Tempat Ibadah, Simbol Sejarah

Dari cerita turun-temurun, masjid ini udah jadi pusat ibadah buat warga dari berbagai daerah, kayak Kelurahan Selumit dan Kampung Enam. “Dulu, orang-orang rela jalan kaki jauh cuma buat salat di sini,” tambah Sugiartono.

Sampai sekarang, masjid yang letaknya strategis ini masih sering penuh sama jamaah. Kapasitasnya gede banget, bisa nampung 900 sampai 1.000 orang! Apalagi pas Ramadan, parkiran penuh sesak dan jamaah sampai meluber ke jalan.

“Pas salat Id, jangan harap dapet tempat enak kalau datang telat!” candanya.

Aktif Banget, Gak Cuma Salat!

Gak cuma buat ibadah harian, masjid ini juga sering jadi pusat kegiatan warga, terutama pas Ramadan. Ada Tarawih, tadarus, buka puasa bareng, dan berbagai kegiatan sosial. Semua ini berjalan lancar berkat donasi dari warga dan kas masjid.

“Setiap Jumat, masjid ini selalu terbuka buat siapa aja yang mau nyumbang buat pembangunan dan perawatan,” jelasnya.

Juara Dua, Tapi Tetap Legendaris!

Meskipun disebut-sebut sebagai masjid tertua, sayangnya Masjid Jami Nurul Islam Markoni gak punya bukti fisik kayak prasasti atau dokumen sejarah. Hal ini jadi kendala waktu ikut lomba masjid tertua yang diadakan Kementerian Agama Kalimantan Utara enam bulan lalu.

“Kita cuma dapet juara dua, kalah sama Masjid Kampung Arab di Tanjung Selor karena kurang bukti tertulis. Padahal, kalau soal sejarah dan peran di masyarakat, masjid ini gak kalah keren!” ungkapnya dengan sedikit kecewa.

Tapi meski tanpa bukti tertulis, masjid ini tetap jadi simbol keteguhan dan spiritualitas warga Tarakan. Sugiartono berharap masjid ini terus eksis dan makin banyak yang peduli buat merawatnya.

“Dari zaman perang sampai sekarang, masjid ini tetap berdiri buat umat. Semoga cerita dan keberadaannya gak hilang ditelan zaman,” pungkasnya.

Shares:

Related Posts

Tinggalkan Balasan