TARAKAN – Budidaya rumput laut di Tarakan udah lumayan berkembang, tapi impian buat ngolah jadi produk bernilai tinggi masih harus bersabar. Bukan karena kurang semangat, tapi karena satu hal yang terus jadi batu sandungan: limbah kimia.
Ersan Dirgantara dari Dinas Perikanan Kota Tarakan cerita, rumput laut jenis Eucheuma cottonii udah cocok banget di perairan Tarakan. Tapi pas mau masuk tahap pengolahan, kayak bikin karagenan, prosesnya butuh bahan kimia seperti KOH yang limbahnya susah ditangani.
“Masalahnya bukan cuma di pabriknya, tapi di pengolahan limbahnya. Biayanya tinggi dan belum ada sistem yang siap di sini,” jelas Ersan, Senin (21/4/2025).
Karena itu, rumput laut Tarakan masih dijual dalam bentuk kering. Padahal kalau bisa diproses lebih lanjut, nilai ekonominya bakal naik drastis. Tapi daripada maksa dan merusak lingkungan, dinas lebih milih hati-hati.
Ersan juga sebutin, di tempat lain kayak Makassar, limbah kimia dari pengolahan rumput laut bisa dikelola dengan baik karena udah ada fasilitas khusus. Tarakan? Belum punya. Jadi daripada asal buang limbah dan bikin masalah baru, lebih baik cari alternatif dulu.
Makanya sekarang Dinas Perikanan lagi nyoba jalan lain. Salah satunya kerja bareng PT Sisik yang ngolah air rumput laut jadi bahan baku popok organik dan biofuel. Prosesnya lebih ramah lingkungan dan hasilnya udah ekspor ke Bali dan India. Lumayan kan?
Buat ningkatin kualitas, mereka juga bakal jalanin proyek percontohan sistem pengeringan gantung di Pantai Amal. Diharapkan kualitas rumput laut makin oke dan petani bisa dapet harga jual yang lebih tinggi.
Meski tantangannya banyak, semangat buat bawa rumput laut Tarakan naik level tetap nyala. Fokusnya sekarang nyari cara supaya proses hilirisasi bisa jalan tanpa bikin masalah lingkungan.
“Kita nggak bisa maksa kalo belum siap urus limbahnya. Tapi kita terus cari solusi biar rumput laut Tarakan bisa diolah dan punya nilai lebih,” tutup Ersan.
