JAKARTA– Wacana revisi Undang-Undang (UU) TNI lagi rame banget dibahas di DPR. Ada yang dukung, ada juga yang was-was, takut reformasi yang udah susah payah dibangun malah jadi mundur ke belakang. Netizen pun ikut panas merespon, banyak yang bilang, “Jangan sampai militer jadi dominan lagi!”
Komisi I DPR Gaspol Bahas Revisi UU TNI Komisi I DPR, yang tugasnya ngurusin pertahanan, lagi sibuk banget ngebahas revisi UU TNI. Mereka udah ngadain rapat dengar pendapat buat dengerin berbagai masukan dari pemerintah, TNI, akademisi, sampe organisasi masyarakat sipil. Beberapa poin yang paling rame diperbincangkan adalah soal batas usia pensiun prajurit, tugas TNI di bidang non-pertahanan, dan penempatan anggota TNI di jabatan sipil.
Menhan Sjafrie Sjamsoeddin dalam rapat kerja 10 Maret lalu ngusulin supaya ada tambahan lima kementerian/lembaga yang bisa diisi prajurit aktif tanpa harus pensiun dulu. Lima instansi yang diusulin itu adalah Kementerian Kelautan dan Perikanan, BNPB, BNPT, Keamanan Laut, dan Kejaksaan Agung. Ini nambah dari 10 instansi yang sebelumnya udah ada di UU TNI saat ini.
Utut Adianto: “Santuy, Demokrasi Aman Kok!” Ketua Komisi I DPR, Utut Adianto, santai menanggapi kekhawatiran publik. Dia yakin revisi ini nggak bakal bikin demokrasi terganggu. “Supremasi sipil tetap jadi pilar utama negara kita, tenang aja,” katanya di Senayan, 13 Maret 2025.
Banyak pihak yang khawatir revisi ini bakal bikin TNI punya peran dobel kayak zaman Orde Baru. Tapi menurut Utut, zaman sekarang udah beda jauh, jadi nggak bakal ada yang namanya dwifungsi militer. “Sekarang semua udah ada aturannya, jadi nggak usah parno,” ujarnya.
Frederik Kalalembang: “Pensiun 65 Tahun? Yakin Nggak Ribet?” Sementara itu, anggota Komisi I DPR dari Partai Demokrat, Frederik Kalalembang, menyoroti usulan batas usia pensiun prajurit jadi 65 tahun. Dia khawatir ini malah bikin jabatan di TNI jadi penuh sesak dan makin susah buat regenerasi. “Jangan sampe malah jadi beban buat Panglima TNI dan kepala staf,” katanya.
Menurut dia, jabatan fungsional di TNI selama ini lebih sering jadi “tempat parkir” prajurit yang udah nggak kebagian posisi strategis. Jadi, kalau batas pensiun diperpanjang, bisa-bisa malah makin susah buat ngebuka kesempatan ke generasi muda.
Amelia Anggraini: “Kalau Mau Masuk Jabatan Sipil, Harus Ada Aturannya!” Politikus Partai Nasdem, Amelia Anggraini, bilang kalau emang ada prajurit TNI yang mau masuk ke jabatan sipil, harus ada peraturan yang jelas. Dia mengusulkan biar ini diatur lewat Peraturan Panglima TNI, dengan syarat prajurit yang bersangkutan punya kompetensi yang relevan. “Jangan sampai nanti ada kecemburuan dari ASN (Aparatur Sipil Negara),” katanya.
Menurut Amelia, meritokrasi tetap harus jadi prinsip utama. Artinya, yang masuk ke jabatan sipil itu harus bener-bener punya kapasitas, bukan sekadar numpang jabatan karena latar belakang militernya.
Syamsu Rizal: “Jangan Sampai TNI Malah Jadi Bagi-Bagi Jabatan” Anggota DPR dari PKB, Syamsu Rizal, menegaskan bahwa kalaupun prajurit TNI mau ditempatkan di jabatan sipil, harus ada pembatasan ketat. Menurut dia, perlu ada analisis kebutuhan yang jelas, biar nggak jadi sekadar ajang bagi-bagi jabatan. “Jangan sampai publik malah curiga kalau ini cuma akal-akalan buat ngasih posisi ke orang tertentu,” ujarnya.
Menurut Syamsu, selama ini aturan soal prajurit TNI yang masuk ke jabatan sipil udah ada. Tapi, kalau mau diperluas, harus tetap ada mekanisme seleksi yang transparan dan melibatkan tim independen. “Jangan sampai kita lupa sama semangat reformasi TNI pasca-Orde Baru,” katanya.