Setelah dropping tiga single sepanjang 2023: “Seperti Rindu”, “Mesra Tanpa Kata”, dan “Puan, Kau Beri Nyawa”, trio musik Rangkai akhirnya resmi nge-launch album full perdana mereka, ‘Pekik Hening di Lantang Angan’. Album ini udah bisa didengerin mulai 28 Februari 2025, pas banget sama bulan Ramadan 1446H. Cocok buat nemenin momen refleksi dan self-healing!
Album yang Penuh Makna
Judul album ini terinspirasi dari refleksi almarhum Ade Firza Paloh, produser yang udah nemenin perjalanan Rangkai sejak 2022. Bang Ade pernah bilang kalau mereka kayak kumparan yang diem tapi muter cepet, tenang di luar tapi dalemnya penuh gejolak. Dari situ, lahirlah ‘Pekik Hening di Lantang Angan’. Walaupun Bang Ade udah nggak ada, Rangkai tetap lanjut berkarya bareng Setengah Lima Records.
“Hidup harus terus jalan,” kata Mirza Elba Febrian, gitaris Rangkai. Dia cerita kalau proses bikin album ini bener-bener bikin rempong, begadang, bahkan nyedot energi, tapi di balik itu semua, mereka dapet rezeki keren banget: bisa kolab sama musisi-musisi yang dulu cuma bisa diidolain!
Album ini punya vibe kontemplatif alias ngajak buat lebih sadar sama diri sendiri. Tapi jangan salah, ini bukan album ceramah atau penuh petuah. Bayangin aja kayak kopi pahit yang pas banget ditemenin biskuit manis, ada keseimbangan antara pahit dan manisnya hidup.
“Intinya, ini tentang menerima hidup apa adanya,” kata Mirza. Tema utama album ini adalah penerimaan dan ketenangan jiwa, yang bisa kerasa banget di single andalan “Selam Hati Sulam Diri”, hasil kolab epik bareng Endah Widiastuti (Endah N Rhesa).
Endah sendiri langsung auto setuju buat join pas denger konsep albumnya. “Vibenya deep banget, liriknya puitis, aransemen musiknya unik, ada sentuhan gamelan juga. Pokoknya beda dari yang lain!” katanya.
Alur Album yang Unik
Album ini nggak disusun sembarangan. Ada 11 lagu yang nyeritain enam fase penciptaan alam dalam Al-Quran. Mulai dari ledakan awal “Api” dan “Kejora Cinta”, jagad raya yang berkembang “Ruang”, “Seperti Rindu”, “Mesra Tanpa Kata”, sampai akhirnya regenerasi “Seberang Fana”.
Musiknya juga nggak monoton. Ada gitar klasik Mirza, kontrabas Rai, sampai vokal khas Bimo yang dibalut gender Jawa, kombinasi yang bikin auranya makin magis!
Rangkai: Minimalis, Tapi Maksimal!
Sebagai trio, Mirza (gitar klasik), Rai (kontrabas), dan Bimo (vokal & gamelan) punya chemistry yang solid. Nggak banyak gaya tapi kualitas musiknya ngena banget. Mereka juga didukung tim kreatif keren, dari Khalid Albakaziy yang ngerjain artwork, sampai studio musik Ruang Waktu Music, Lokale Satin Studio, dan Earspace Studio yang ngebantu mixing-mastering.
Dirilisnya album ini pas Ramadan juga bukan kebetulan. Rangkai berharap pendengar bisa merenung dan menemukan makna hidup lewat lagu-lagunya.
“Ramadan itu waktu yang pas buat nyelamin diri. Semoga album ini bisa jadi cermin buat semua yang dengerin,” kata Bimo. Selain itu, album ini juga jadi tribute terakhir buat Bang Ade, yang meskipun udah nggak ada, tetap berasa kehadirannya di tiap proses kreatif mereka.
Berani Beda dari Pasar Musik Mainstream
Di era musik yang serba instan, Rangkai nggak ikut-ikutan bikin lagu buat viral doang. Mereka lebih fokus bikin musik yang punya kedalaman, filosofi, dan bisa bikin pendengar ikut menyelami jiwa.
“Buat kita, seni sejati lahir dari keheningan,” kata Mirza.
‘Pekik Hening di Lantang Angan’ bukan sekadar album tapi perjalanan spiritual. Dengan segala kesederhanaannya, album ini siap nemenin siapa pun yang lagi nyari makna di tengah riuhnya dunia.
Seperti yang dibilang Bimo, “Kadang, diam adalah cara terbaik buat ngerti sesuatu yang terlalu keras buat diungkapin.”
So, buat yang lagi butuh musik buat nemenin perjalanan batin, album ini wajib masuk playlist!