KaltaraTarakan

RSUD dr Jusuf SK Tarakan Kewalahan Menangani Pasien ODGJ yang Membludak

TARAKAN – Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Jusuf SK Tarakan menghadapi tantangan besar akibat membludaknya pasien Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ).

Belakangan ini, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) gencar mengamankan ODGJ yang berkeliaran di jalanan dan merujuk mereka ke RSUD dr Jusuf SK Tarakan untuk mendapatkan perawatan.

Namun, dengan kapasitas terbatas, rumah sakit ini kerap kali beroperasi melebihi daya tampung.

Diagram lingkaran ini menggambarkan distribusi pasien ODGJ berdasarkan asal daerah. Berdasarkan data resmi RSUD dr Jusuf SK Tarakan, total pasien ODGJ di Ruang Teratai saat ini mencapai 41 orang,

Dominasi Pasien berasal dari Kota Tarakan dengan jumlah 61% dari total pasien ODGJ, atau sebanyak 25 orang. Ini adalah bagian terbesar dalam diagram lingkaran.

Sementara itu Kabupaten Bulungan menempati posisi kedua dengan nilai 17.2% (7 orang) Meskipun jumlahnya
jauh lebih kecil dibandingkan Tarakan, Kabupaten Bulungan tetap memberikan beban yang signifikan.

Sedangkan Kabupaten Malinau berada di posisi ketiga dengan 12.2% (5 orang). Selain itu, posisi keempat berasal dari Kabupaten Nunukan dengan 7.3% (3 orang), terahkir Kabupaten Tana Tidung (KTT) dengan nilai 2.4% (1 orang).

Kepala Ruangan RSUD dr Jusuf SK Tarakan, Ns. Sardi Muhammad, membenarkan kondisi tersebut. “Saat ini kami memiliki 41 pasien, sehingga sudah over kapasitas. Untuk mengatasinya, kami menambah extrabed sebanyak 5-6 tempat tidur,” ungkap Sardi.

Ruang Teratai, yang menjadi rujukan untuk beberapa kabupaten di Kalimantan Utara (Kaltara) seperti Tanjung Selor, Malinau, Kabupaten Tana Tidung, hingga Berau, kini menjadi tumpuan utama penanganan pasien ODGJ.

Namun, kapasitas yang terbatas menjadi kendala utama dalam memberikan pelayanan optimal.

Sementara, Kepala Staf Medis Fungsional (SMF) Jiwa RSUD dr Jusuf SK Tarakan, dr. Rahmawati Nur Indah, Sp.KJ, menjelaskan bahwa pasien ODGJ di rumah sakit ini ditempatkan di dua ruangan berbeda.

Ruang Teratai A digunakan untuk pasien akut, sedangkan Ruang Teratai B untuk pasien yang sudah stabil dan siap dipulangkan.

Namun, overload ini terjadi karena lambatnya perputaran pasien, khususnya akibat kendala pemulangan pasien dari luar Kota Tarakan.
“Untuk pasien asal Tarakan, kami bisa mengantar mereka ke rumah jika keluarga tidak memiliki biaya. Namun, untuk pasien dari luar Tarakan seperti Bulungan, Nunukan, Tana Tidung, atau Malinau, biaya pemulangan, pengantar, dan penanggung jawab menjadi masalah,” jelas dr. Rahmawati.

Ia menambahkan, pemulangan pasien sering terhambat, terutama bagi pasien dari luar kota, yang menyebabkan rumah sakit terus kelebihan kapasitas.

“Jika pemulangan berjalan lancar, masalah over kapasitas ini kemungkinan tidak akan terjadi,” tambahnya.

Namun, tantangan tidak berhenti di situ. Setelah dipulangkan, sebagian pasien kembali mengalami gangguan jiwa karena kurangnya dukungan dari keluarga dan lingkungan.

“Setelah pasien dinyatakan layak pulang, kami serahkan ke keluarga dengan edukasi yang telah diberikan. Keberhasilan pemulihan sangat bergantung pada kepatuhan minum obat, perhatian keluarga, dan lingkungan yang mendukung,” ujar dr. Rahmawati.

Tantangan lain adalah sulitnya melacak alamat pasien oleh puskesmas setempat, yang menghambat kunjungan rumah untuk memastikan pasien rutin minum obat.

Padahal, pasien dengan diagnosis psikotik, halusinasi, atau waham membutuhkan pengobatan berkelanjutan, di mana peran keluarga sangat krusial.

Data RSUD dr Jusuf SK Tarakan juga mengungkap bahwa penyebab gangguan jiwa pada pasien cukup beragam, mulai dari faktor sosial, genetik, hingga penyalahgunaan narkotika, khususnya sabu.

“Ada juga yang murni karena faktor genetik, tetapi penyalahgunaan narkotika seperti sabu menjadi salah satu pemicu utama gangguan jiwa di kalangan pasien yang kami tangani,” ungkap dr. Rahmawati.

Shares:

Related Posts

Tinggalkan Balasan