KaltaraTarakan

Speed Boat Non-Reguler di Tarakan: Antara Legalitas dan Keamanan

TARAKAN – Dunia transportasi air di Tarakan lagi kena sorotan nih! Apalagi buat speed boat non-reguler yang lagi dilanda dilema soal legalitas. Gara-gara kecelakaan yang sempat terjadi, banyak orang jadi menganggap semua speed boat non-reguler itu nggak aman. Padahal, nggak semuanya begitu!

Ketua Asosiasi Speed Boat Non-Reguler Karya Bersama Kota Tarakan, Edi Suryono, bilang kalau mereka udah berusaha keras buat ngurus legalitas. Bahkan, surat sudah dikirim ke berbagai instansi terkait, tapi sampai sekarang masih belum ada tanggapan.

“Kita paham kok kalau masyarakat khawatir. Makanya kita juga terus berusaha ningkatin standar keselamatan,” kata Edi.

Sebagai bukti keseriusan, Asosiasi Karya Bersama sudah menjalin kerja sama soal tempat tambat speed boat non-reguler. Mereka juga nggak main-main soal asuransi dan tetap bayar biaya tambat di Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pelabuhan Tengkayu 1.

Di Tarakan sendiri, ada beberapa asosiasi speed boat non-reguler yang beroperasi di tempat berbeda, seperti Pelabuhan Tengkayu I, Pelabuhan Belakang Ramayana, Beringin, dan Perikanan. Nah, Asosiasi Karya Bersama ini lebih fokus di Pelabuhan Tengkayu I.

Untuk sistem operasional, speed boat non-reguler biasanya melayani carteran. Jadi, penumpang tinggal hubungi pemilik speed boat secara langsung, tanpa harus lewat agen. Asosiasi ini cuma jadi wadah buat koordinasi aja.

Edi juga menekankan kalau speed boat non-reguler sebenarnya butuh pengakuan resmi. Beda utama antara reguler dan non-reguler itu ada di ukuran dan jadwal keberangkatan. Speed boat reguler punya jadwal tetap, sementara yang non-reguler lebih fleksibel.

“Makanya kita bikin Asosiasi Speed Non-Reguler Karya Bersama, supaya ada badan hukum yang jelas,” lanjut Edi.

Tapi ada satu kendala besar nih! Menurut aturan dari Kementerian, speed boat non-reguler harus pakai dua mesin. Nah, Edi mempertanyakan apakah aturan ini cocok buat kondisi perairan di Kalimantan Utara.

Sekretaris Asosiasi, Baktiar, juga menyoroti aturan soal Surat Persetujuan Berlayar (SPB). Menurutnya, pengemudi nggak perlu repot-repot bawa SPB ke KSOP, cukup lapor keberangkatan dan perkiraan kedatangan via telepon aja.

“Di daerah pesisir, nggak semua tempat ada petugas KSOP,” jelas Baktiar.

Dilema lain yang dihadapi adalah masalah SPB yang belum dikeluarkan instansi terkait. Speed boat non-reguler dianggap ilegal karena nggak terdata di KSOP, tapi di sisi lain juga legal karena punya surat speed dan sertifikat keselamatan.

Yang bikin makin rumit, KNKT (Komite Nasional Keselamatan Transportasi) mensyaratkan speed boat harus pakai dua mesin. Padahal, di beberapa daerah di Indonesia, speed boat satu mesin masih banyak beroperasi.

Terlepas dari semua aturan yang masih tarik-ulur, Asosiasi Karya Bersama tetap patuh bayar biaya tambat pelabuhan ke Dishub. Soal SPB yang jadi kewenangan KSOP, ya itu masih jadi PR.

Faktor cuaca juga nggak bisa dianggap enteng. Ombak besar sering jadi penyebab utama kecelakaan transportasi air. Makanya, Asosiasi selalu update informasi cuaca dari BMKG dan kasih instruksi ke pengemudi buat lebih waspada. Di jalur sungai, kendala lain yang sering muncul adalah kayu atau papan yang nyangkut di jalur kapal.

Dari sisi kapasitas, speed boat mesin satu biasanya bisa angkut 20-25 orang. Makanya, Baktiar selalu wanti-wanti ke penumpang buat tahu tujuan, waktu tempuh, dan nama kapten kapal. Nggak ketinggalan, edukasi soal penggunaan pelampung keselamatan juga rutin dilakukan.

Ke depannya, Asosiasi Speed Boat Non-Reguler Karya Bersama berharap bisa terus meningkatkan standar keamanan dan akhirnya mendapat pengakuan resmi. Mereka juga ingin regulasi yang ada bisa lebih menyesuaikan dengan kondisi perairan di Kalimantan Utara.

Jadi, semoga aja ada solusi terbaik buat semua pihak biar transportasi air di Tarakan makin aman dan nyaman!

 

Shares:

Related Posts

Tinggalkan Balasan