Bulungan

Suku Punan KM 5 Long Tungu: Kehidupan Terhimpit Sawit, Berjuang di Tengah Gelap

BULUNGAN – Hidup damai di tengah hutan ternyata nggak selalu adem ayem. Begitu juga yang dirasain warga Suku Punan di KM 5 Long Tungu. Walau mereka udah lama ngejaga hutan, sekarang mereka malah harus hidup “keselek” di antara dua kebun sawit gede.

Komunitas kecil berisi 56 orang dari 14 keluarga ini tinggal di RT 08. Tapi, jangan salah, hidup mereka penuh perjuangan: dari listrik yang nyala pun ogah, sekolah yang jauh kayak LDR, sampai urusan kesehatan yang serba seadanya.


Listrik Mati Gaya, Minyak Jadi Penyelamat

Kepala Desa Long Tungu, Lahang Ibo, bilang kalau warga Punan udah kayak terkurung di tengah kebun sawit, tapi perhatian dari pihak perusahaan? Nihil, bestie!

“Udah minta tolong buat bantuan bahan bakar, tapi kayak ngechat mantan—dibaca doang, nggak dibales,” keluh Lahang.

PLTS alias Pembangkit Listrik Tenaga Surya sih udah direncanain, tapi hasilnya masih zonk. Sekarang mereka cuma ngandelin genset dan lampu minyak. Kebayang kan, 2025 tapi masih gelap-gelapan?


Sekolah Kayak Ujian Mental

Sekolah terdekat jaraknya 5 km, dan itu bikin semangat anak-anak Punan buat belajar naik turun kayak grafik saham.

“Kadang rajin, kadang ngilang,” ujar Lahang. Meski udah dibangun mess deket sekolah, tapi nggak cukup buat ngusir rasa malas.

Pernah ada guru swadaya, tapi akhirnya cabut karena… ya gimana mau betah kalau rumah dinas aja nggak ada listrik? Pendidikannya pun jadi kayak sinyal di hutan — suka hilang timbul.


Kesehatan? Balik ke Alam Lagi

Kalau soal sakit, warga Punan lebih milih pengobatan tradisional daripada ke puskesmas. Soalnya, selain kurang percaya sama obat modern, puskesmasnya juga jauhnya minta ampun — kudu naik perahu 30 menitan!

“Warga juga sering keluar masuk hutan, jadi tim medis nyari mereka kayak main petak umpet,” kata Lahang sambil geleng-geleng.


Ekonomi: Dikerjain Pedagang, Masih Bertahan Berburu

Warga Punan masih hidup dari hasil alam: madu, gaharu, dan buruan. Tapi pas dijual ke pedagang? Duh, sering kena tipu harga. Dikasih harga miring padahal capeknya maksimal.

Kalau suku Dayak udah jago berladang, Punan masih setia sama gaya hidup lama. Kepala desa sempet ngajak buat mulai bertani, tapi budaya berburu masih susah digeser.


Disuruh Pindah, Tapi Hati Tetap di Hutan

Tahun 2021, sempet ada rencana relokasi ke desa Long Tungu. Tapi mayoritas warga Punan ogah.

“Buat mereka, hutan itu rumah. Nggak bisa diganti sama bangunan beton,” ucap Lahang.

Sekarang cuma segelintir yang mau pindah, sisanya tetap stay di KM 5—mereka lebih milih deket alam daripada deket mall.


Politik: Tiap Pemilu Dicari, Habis Itu Ditinggal

Yang paling miris, tiap musim pemilu, warga Punan jadi incaran. Tapi abis nyoblos? Lupakan. Janji politik tinggal janji.

“Mereka dateng waktu butuh suara, tapi abis itu ilang kayak mantan ghosting,” ujar Lahang, nyelekit.


Fakta Penting: Punan Lebih Dulu dari Sawit

FYI aja, warga Punan udah tinggal di KM 5 sebelum ada konsesi sawit. Tapi sayangnya, keberadaan perusahaan malah bikin hidup makin terjepit, bukan terbantu.

Shares:

Related Posts

Tinggalkan Balasan