TARAKAN – Aliansi Ikatan Tenaga Kontrak Kota Tarakan (AITKT) bakal menggelar rapat dengar pendapat (RDP) bareng DPRD Kota Tarakan Senin nanti. Mereka tegas menolak kebijakan penundaan pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang mundur dari 2025 ke 1 Maret 2026, sesuai surat edaran terbaru dari Badan Kepegawaian Negara (BKN).
Bukan Demo, Cuma Mau Curhat!
Korlap AITKT, Fadlan, bilang kalau RDP ini bukan ajang demo atau aksi anarkis, tapi murni dialog buat nyampein uneg-uneg ke dewan. Soalnya, dari 559 tenaga honorer yang lolos seleksi PPPK 2024, ada sekitar 20 orang yang udah masuk usia 54-56 tahun. Dengan aturan usia pensiun maksimal 58 tahun, penundaan ini bikin masa kerja mereka jauh berkurang.
“Ada yang seharusnya bisa kerja setahun lagi, tapi gara-gara aturan ini, masa kerjanya tinggal tiga bulan. Kan nggak adil,” curhat Fadlan.
Wali Kota Udah Gaspol, Tapi Terhalang Aturan Pusat
Sebelumnya, aliansi ini udah sempat audiensi sama Wali Kota Tarakan. Responsnya? Positif! Bahkan, Pemkot udah siapin anggaran buat orientasi dan pelatihan calon PPPK dari April sampai Juli 2025. Targetnya, mereka dilantik 1 Juli 2025.
Sayangnya, aturan dari pusat nggak bisa dilanggar. Meski Wali Kota pengen ngebantu, keputusan BKN bikin Pemkot nggak bisa gerak lebih jauh.
“Pak Wali udah kasih lampu hijau, tapi karena aturan pusat, beliau nggak bisa berbuat banyak,” lanjut Fadlan.
DPRD Diminta Jadi Penyambung Suara ke Pusat
Di RDP nanti, AITKT bakal minta dukungan penuh dari DPRD buat bawa petisi mereka ke pemerintah pusat. Intinya, mereka mau pelantikan PPPK tetap jalan sesuai rencana awal di 2025.
“Kami pengen DPRD jadi perpanjangan tangan kami. Hari Rabu nanti mereka ke pusat, sekalian bawa hasil aspirasi kami,” kata Fadlan.
AITKT juga menekankan bahwa tenaga honorer selama ini jadi garda terdepan dalam pelayanan publik. Mereka bersyukur masih bisa kerja di Tarakan, beda sama daerah lain kayak Kalimantan Timur yang banyak merumahkan honorer.
“Kami cuma mau nasib kami jelas dan menyelamatkan usia pensiun kami. Kalau nggak bergerak, seolah-olah kita setuju sama aturan pusat,” pungkasnya.
RDP ini diharapkan jadi jalan buat dapetin solusi terbaik bagi tenaga honorer Tarakan, sekaligus bikin kebijakan lebih berpihak ke mereka yang udah lama mengabdi.